Bisnis Madu, Legitnya Laba Produk Kemasan
Bisnis.com, JAKARTA
- Madu memang tidak pernah hilang pesonanya. Meskipun sudah banyak
orang yang bergelut dalam bisnis ini, tetapi peluang usaha hampir
selalu ada.
Salah
satu pelaku usaha yang juga melihat masih adanya peluang yang besar
dari bisnis ini adalah Miki Afianto yang memproduksi madu dengan
merek Madu Kiani.
Pria
berumur 30 tahun itu memulai bisnisnya sejak November 2014. Kala itu
dia dan istrinya memang berkeinginan untuk memulai bisnis yang
memiliki nilai positif dan berhubungan dengan Islam.
Awalnya
mereka berdua sempat terpikir untuk berbisnis jilbab, tetapi melihat
persaingan yang cukup ketat, akhirnya terpilihlah madu. Selain karena
peluangnya selalu terbuka lebar, madu juga memiliki manfaat yang
sangat besar.
Miki
pun mulai merogoh kocek sebesar Rp2 juta yang digunakan sebagai modal
awal. Uang tersebut dipergunakan untuk membeli madu murni curah,
kemasan botol plastik dan pelengkap branding lainnya.
Dia
mengatakan, pemilihan kemasan botol plastik dilakukannya agar
konsumen mudah membawa madu ke mana-mana, sehingga bisa menjadi teman
setia saat beraktivitas, selain itu madu lebih higienis dengan
tampilan yang lebih menarik.
Saat
ini, proses pemasaran Madu Kiani dilakukan secara online
melalui website madukiani.com, dititipkan
ke beberapa toko, serta memanfaatkan agen atau reseller yang telah
bergabung.
Ada
dua jenis madu yang ditawarkan, yakni madu super yang berasal dari
Kalimantan, dan madu premium yang berasal dari Sumbawa. Madu super
dijual sebesar Rp25.000 per kemasan 160 ml, sedangkan madu premium
sebesar Rp35.000 per kemasan. “Kami bisa mengantongin margin
keuntungan sekitar 25% dari harga jual eceran,” paparnya.
Miki
memberikan harga khusus bagi reseller. Untuk
pembelian 10-19 madu super akan dibanderol sebesar Rp23.000 per
botol, pembelian 20-49 botol seharga Rp20.000 per botol, dan Rp18.000
per botol untuk pembelian di atas 50 botol.
Sementara
itu, untuk madu premium dibanderol seharga Rp33.000 per botol untuk
pembelian 10-19 botol, Rp30.000 untuk pembelian 20-49 botol, dan
Rp28.000 untuk pembelian lebih dari 50 botol.
Dalam
sebulan, Miki bisa mendapatkan permintaan hingga 200 botol madu, di
mana konsumennya berasal dari kawasan Jabodetabek serta agen yang
tersebar di daerah tersebut.
Pria
yang berdomisili di Depok tersebut mengaku kendala dalam bisnis yang
dijalankannya ini berada pada persaingan bisnis yang cukup ketat, di
mana sebelumnya sudah banyak pemain lama yang berkecimpung dalam
bisnis madu.
Untuk
menyiasatinya, Miki berusaha untuk memperkenalkan produknya kepada
warga asing, khususnya masyarakat Eropa dengan memberikan produknya
secara gratis.
“Kemudian
kami ambil foto mereka yang sudah mencoba Madu Kiani dan
mengunggahnya ke website,” paparnya.
Selain
itu, dalam waktu dekat dia juga berencana untuk membuka outlet khusus
di daerah depok pada 2016, sehingga konsumen bisa dengan mudah
menemukan produknya secara offline, sekaligus untuk menyasar
masyarakat yang tidak terlalu bergantung terhadap internet.
“Kami
tetap yakin bisnis madu masih berpeluang besar, apalagi masyarakat
saat ini tengah giat membudayakan gaya hidup sehat, dan madu menjadi
salah satu bagian yang tak terpisahkan dari hal itu,” katanya. []
KEMASAN KHUSUS MADU MEMAKAI BOTOL BELING BEKAS MARJAN ADA BERBAGAI ( klik disini ) UKURAN DAN HARGA SILAKAN WA 085718809118
=======================================================
Usaha membuat Selai
Sumber : kontan.co.id
Modal tipis
Lewat jalur reseller
BISNIS SIRUP INDUSTRI RUMAHAN: MENGHIRUP LABA DARI BISNIS SIRUP BUAH ANEKA RASA
Sumber
: kontan.co.id
Pamor
sirup sebagai alternatif minuman penyegar makin lama kian berkibar.
Apalagi, saat Puasa dan hari raya. Pelaku industri rumahan pun mampu
mencecap untung dari bisnis pembuatan sirup aneka buah ini. Marginnya
lumayan gede, mencapai 50%.
Mengkonsumsi
sirup buah sudah menjadi kegiatan yang lumrah bagi masyarakat
Indonesia. Dengan sirup, orang tak harus repot mengolah buah mentah
menjadi sari buah yang kerap menjadi minuman penyegar di siang yang
terik.
Sirup
juga sudah menjadi salah satu produk andalan untuk oleh-oleh bagi
orang-orang yang sedang berkunjung ke suatu daerah. Walaupun sudah
banyak sirup yang berasal dari pabrikan besar, tetap saja banyak
orang lebih suka membeli sirup industri rumahan khas daerah sebagai
buah tangan.
Tak
pelak, bisnis sirup buah rumahan cukup menjanjikan. Tengok saja
pengakuan Winardi, produsen sirup buah merek Mandaling di Medan,
Sumatera Utara. Melalui perusahaan yang ia dirikan, yaitu PT Surya
Agung, Winardi mampu menjual sirup buah ke seluruh penjuru kota di
Indonesia.
Tak
hanya sirup markisa, Winardi membuat berbagai sirup buah. Beberapa di
antaranya adalah sirup rasa leci, melon, terong belanda, mangga,
raspberry, cocopandan, dan jeruk.
Khusus
untuk sirup markisa, ia menggunakan buah asli sebagai bahan baku
pembuatan sirup. Sementara untuk sirup buah lainnya, ia meraciknya
dengan essens hingga menjadi berbagai sirup rasa buah siap minum.
Harga
sirup buatannya sekitar Rp 13.500-Rp 15.000 per botol. "Harga
jual tergantung dari kualitas jus dan kadar gula yang terkandung di
dalamnya," ujar Winardi.
Tiap
minggu Winardi mampu menjual 200 lusin sirup aneka rasa yang ia kemas
dalam botol berukuran 630 mililiter (ml). Artinya, ia mengantongi
omzet penjualan sekitar Rp 32,4 juta-Rp 36 juta per minggu, Rp 144
juta per bulan. "Marginnya 25%," katanya.
Produsen
sirup lain dari Surabaya, Christian Chandrawinata, mengatakan,
permintaan sirup buah terus meningkat dari waktu ke waktu seiring
gaya hidup masyarakat yang serba praktis. Saat ini ia baru
memproduksi sirup markisa dengan merek Marquiz Passion Fruit Syrup.
"Ke depannya saya mau buat sirup markisa yang tidak harus
dicampur air, jadi langsung siap konsumsi," kata Christian.
Untuk
menjaga kualitas sirup buatannya, Christian menanam sendiri buah
markisa di kebun miliknya di Bali. Dalam sebulan, kebunnya akan
menghasilkan sekitar 2 ton buah markisa yang bisa menghasilkan
sekitar 350 liter sirup markisa.
Dari
bahan baku sebanyak itu, Christian bisa memproduksi 350 botol sirup
markisa ukuran 1 liter. "Harganya berkisar
Rp 45.000-Rp 50.000 per botol," kata Christian.
Rp 45.000-Rp 50.000 per botol," kata Christian.
Saban
bulan Christian mampu meraih omzet sekitar Rp 15,7 juta-Rp 17,5 juta.
"Saya bisa mendapat margin sekitar 40%-50%. Tergantung dari
harga bahan baku gula pasir," kata Christian.
Ke
depan, Christian juga bakal mengembangkan bisnis sirupnya dengan
memproduksi sirup strawberry selain menjual sirup markisa.
Para produsen sirup buah bakal mengeruk untung berlipat menjelang hari raya, seperti Lebaran. Sebab, permintaan sirup buah meningkat tajam saat itu.
Para produsen sirup buah bakal mengeruk untung berlipat menjelang hari raya, seperti Lebaran. Sebab, permintaan sirup buah meningkat tajam saat itu.
KEMASAN KHUSUS sirup MEMAKAI BOTOL BELING BEKAS MARJAN ADA BERBAGAI ( klik disini ) UKURAN DAN HARGA SILAKAN WA 085718809118
===========================================================
Sumber : kontan.co.id
Anda
pasti pernah makan selai, bukan? Lazimnya selai dinikmati sebagai
pelengkap roti. Tak jarang selai juga dijadikan isian kue seperti
nastar. Saat ini, selai tak hanya diproduksi oleh pabrik. Banyak
pengusaha yang memproduksi selai homemade alias buatan rumahan. Bahan
baku yang digunakan alami, tapi dengan harga yang bersaing.
Para
produsen selai rumahan bilang, mereka membuat selai sebagai
alternatif produk pabrik. Dus, bahan baku yang digunakan kebanyakan
bahan lokal tanpa bahan pengawet. Meski tidak tahan begitu lama,
keunggulan selai ini adalah rasa enaknya yang alami. Peluang usahanya
pun cukup menggiurkan.
Ambil
contoh Kalalina yang memproduksi selai dengan merek Lynelle di
Jakarta Utara. Ketika merintis bisnis pada 2011, ia hanya memproduksi
sekitar 10 botol selai per bulan. Kini, kapasitas produksinya naik
drastis hingga 300 botol selai saban bulan. “Pasar di Jabodetabek
masih sangat luas, apalagi untuk daerah-daerah lain,” kata
perempuan yang akrab disapa Lina ini. Menurut dia, peluang usaha
pembuatan selai rumahan masih terbuka lebar. Tren gaya sehat yang
kini digandrungi banyak orang sangat membantu bisnisnya.
Ketika
merintis usahanya 2011 lalu, Lina mengaku harus mengedukasi
masyarakat mengenai produknya. Apalagi, kala itu, belum banyak produk
selai rumahan. Masyarakat masih terbiasa dengan selai buatan pabrik,
baik yang lokal maupun impor. Padahal, selai tersebut rentan dengan
penggunaan bahan pengawet, pewarna, dan perasa tambahan.
Namun,
saat ini, masyarakat sudah lebih sadar tentang pentingnya produk
konsumsi yang sehat. “Sebagai produsen, saya dimudahkan untuk
memasarkan selai rumahan dengan munculnya tren gaya hidup sehat,”
ucap dia.
Hal
serupa dialami oleh Sheilli Amina Nagib, owner selai Alanna di Bogor,
Jawa Barat. Perempuan berusia 28 tahun ini fokus memproduksi selai
rumahan dari bahan baku organik. Sejauh ini, Amina baru memproduksi
selai stroberi dengan harga jual Rp 30.000 per botol ukuran 130 gram.
Kapasitas
produksi selai Alanna sekarang mencapai 500 botol per bulan. Dus,
dari usaha ini, Amina bisa mengantongi omzet di kisaran Rp 20
juta–
Rp 25 juta saban bulan. Baik Amina maupun Lina bilang, laba bersih berkisar 30%.
Rp 25 juta saban bulan. Baik Amina maupun Lina bilang, laba bersih berkisar 30%.
Keduanya
tak mau mematok harga terlampau tinggi untuk produknya lantaran masih
dalam penetrasi pasar. Selain itu, “Sebagai bentuk idealisme
sendiri karena ingin mengenalkan produk sehat dan alami pada
masyarakat,” tutur Amina.
Amina
bilang, ia memang sudah lama ingin membuat produk yang berbahan baku
alami. Lantas, pada pertengahan 2013, ia memutuskan memproduksi
selai. Pasalnya, selama ini, selai identik dengan produk yang
menggunakan zat aditif. “Saya mau mengubah pandangan itu, jadi saya
bikin produk yang dikonsumsi sehari-hari, tapi tanpa bahan kimia
alias serba natural,” cetus dia.
Amina
juga mengatakan masyarakat sudah lebih terbuka terhadap produk yang
mendukung gaya hidup sehat. “Malahan sekarang konsumen yang mencari
selai organik, jadi saya tak perlu gencar lagi melakukan edukasi,”
kata dia.
Pemain
lain di usaha selai ialah Mei Suling, pemilik Oma Anna Homemade Jam
di Bandung. Usaha selainya dimulai pada awal 2009. Setelah 11 tahun
bekerja kantoran di Jakarta dan Bali, Mei berkeinginan untuk memiliki
usaha sendiri “Akhirnya pada awal 2009 saya mulai jalani sedikit
demi sedikit,” tuturnya.
Kini,
dalam sebulan, Mei bisa memproduksi 200 botol–300 botol selai. Oma
Anna menawarkan empat varian rasa selai, yakni orange jasmine, apple
mint,
stroberi cinnamon,
dan passionfruit
& mango. Tiap
botol selai dibanderol pada harga Rp 55.000–Rp 60.000.
Di
sisi lain, Lina berujar, persaingan usaha selai rumahan ini masih
longgar. Pemain lokal bisa dihitung jari. Yang penting rajin dan
konsisten mengenalkan merek pada konsumen.
Pasalnya,
selain sesama produsen selai, mereka juga harus bersaing dengan selai
impor. Dengan pasar yang masih bertumbuh, usaha ini punya potensi
yang bagus untuk digeluti. “Dari segi kualitas, selai rumahan tidak
kalah bagus, tapi yang menjadi persoalan bagaimana supaya merek kami
dikenal masyarakat luas,” ujar Lina. Menurut perempuan berusia 39
tahun ini, butuh waktu sekitar setahun agar merek selai Lynelle
diterima pasar.
Sejauh
ini, selai Lynelle memiliki lima varian rasa yang merupakan campuran
rasa stroberi dengan rasa buah lain seperti blackberry,
raspberry, dan
pisang. Ia membanderol selai tersebut Rp 45.000 per botol ukuran 275
gram.
Modal tipis
Anda
tergiur menjajaki bisnis ini? Bisnis rumahan satu ini tidak
membutuhkan modal terlalu besar. Kalau mau, dengan uang jutaan
rupiah, Anda bisa merintis usaha pembuatan selai. Dengan catatan,
Anda menggunakan dapur dan peralatan yang sudah ada untuk proses
produksi.
Amina
misalnya, hanya merogoh kocek Rp 2 juta sebagai modal awal. “Saya
gunakan modal itu untuk bahan baku karena semua peralatan sudah ada,
dan saya tak perlu menyewa tempat,” ujarnya.
Namun,
kalau Anda belum punya peralatan memasak, perkiraan modal awal
sekitar Rp 15 juta. Itulah besaran modal yang dikeluarkan Lina.
Selain untuk menyetok bahan baku, modal itu dipakai untuk membeli
panci dan peralatan dapur lain. Adapun Mei menyebut, modalnya untuk
usaha selai rumahan hanya sekitar Rp 5 juta, untuk membeli buah,
gula, panci, dan kemasan botol.
Proses
membuat selai ini tak terlalu rumit. Bahan baku berupa buah
dibersihkan dulu, lantas diolah alias dimasak di panci dan dimasukkan
ke dalam kemasan botol. Mei menjelaskan, Selai Oma Anna dibuat dengan
metode lama. Buah direbus berjam-jam sampai kadar airnya sedikit,
kemudian dicampur dengan gula dan pengental,baru dibotolkan.
Untuk
tempat produksi, dapur rumah saja sudah cukup. Dengan kata lain, tak
perlu menyewa tempat. “Semua produk selesai dibuat langsung saya
kirim, jadi tidak butuh disimpan,” ucap Amina.
Daya
tahan selai ini beragam. Selai organik yang dibuat Amina bisa
bertahan hingga tiga bulan. Sementara selai buatan Lina bisa
dikonsumsi sampai enam bulan seusai diproduksi. Tentu saja, selai
harus dijauhkan dari siraman sinar matahari dan sebaiknya disimpan di
dalam kulkas. Penggunaan gula membuat produk ini cukup awet secara
natural.
Kemasan
botol kaca yang tertutup rapat juga membantu selai untuk bertahan
cukup lama. Rata-rata produsen selai menggunakan botol kaca sebagai
kemasan. Selai sudah identik dikemas seperti itu. Lagipula, botol
kaca ramah lingkungan dibandingkan dengan kemasan seperti plastik.
Botol kaca bisa dipesan dari pemasok atau distributor botol kaca
lokal.
Nah,
yang jadi tantangan usaha ini ialah pemilihan pemasok bahan baku,
terutama buah. Kebanyakan buah dipesan dari supplier lokal, kecuali
blackberry yang digunakan Lina. Sementara Amina mengambil stroberi
organik dari petani di Garut dan Bandung.
Mei
bilang, untuk menghasilkan selai yang berkualitas, pastikan bahan
baku yang digunakan juga segar. Saban bulan, ia butuh sekitar 100
kg–200 kg buah untuk membuat selai. “Bahan yang saya gunakan 90%
masih fresh, baik bahan utama maupun campuran, sehingga kualitas,
rasa dan tekstur jauh lebih kaya daripada selai pabrikan,”
tandasnya.
Pastikan
pemasok hanya mengirim buah berkualitas bagus dan konsisten dengan
kualitas tersebut. Sebagai produsen, Lina dan Amina mengaku
standarisasi rasa dan kualitas produk menjadi hal utama dalam
pemilihan pemasok. Jangan sampai karena ingin bahan baku dengan harga
miring, standardisasi itu dilanggar.
Lewat jalur reseller
Munculnya
beragam produk konsumsi yang sehat sejalan dengan tren untuk hidup
sehat. Inilah yang menginspirasi produk selai rumahan yang dibuat
hanya dengan bahan-bahan alami, tanpa menggunakan zat aditif.
Kalalina,
owner Lynelle Premium Homemade Jam, mengatakan, pasar untuk produk
ini sangat luas. Selain menyasar pembeli eceran, Lina juga menawarkan
produknya untuk keperluan event, baik ke personal maupun korporasi.
Pada perayaan hari libur pun Lina menawarkan paket parsel alias
hampers untuk produknya. “Biasanya menjelang Natal, Lebaran, dan
tahun baru saya buka order untuk hampers bagi konsumen. Ini lumayan
menambah omzet,” ungkap dia.
Sebagian
pemesanan dilakukan secara langsung, baik melalui media sosial atau
telepon. Di samping itu, Lina mengandalkan reseller atau agen untuk
memasarkan produknya. Sejauh ini, Lina mengandalkan 12 reseller di
Jabodetabek.
Produsen
selai organik Alanna, Sheilli Amina Nagib, juga memasarkan produknya
melalui jalur reseller.
Bahkan, 60% pemasaran dilakukan melalui jalur tersebut.
“Untuk reseller,
saya tetapkan untuk memesan 20 botol selai tiap order, jadi saya bisa
berikan potongan harga,” ucap Amina.
Bahkan
pada 2015 ini, Amina mau menggenjot jumlah reseller-nya yang belum
mencapai 10 orang itu. “Saya menargetkan omzet bertumbuh empat kali
lipat, jadi sedang mencari reseller yang banyak untuk mewujudkan
target itu,” ujarnya. Peluang untuk reseller, kata Amina, terbuka
untuk pedagang online maupun offline. Ibu
rumahtangga pun bisa jadi reseller Alanna
jika memang tertarik dengan produk selai organik ini.
Di
samping itu, Amina berencana menambah varian baru selai Alanna.
Kebanyakan konsumen meminta selai kacang dan selai cokelat. Dus, per
Februari, Amina akan memiliki dua varian selai baru. “Untuk pasokan
kacang organik, saya memberdayakan petani kacang di Bogor,” pungkas
dia.
Sementara
itu, Mei Suling, owner Oma
Anna Homemade Jam, baru memiliki satu reseller. Ia menjual produknya
via online melalui situs www.aogindonesia.com. Selain itu, mulai
Februari ini, ia memasarkan selai Oma Anna setiap Minggu pagi di
Sukajadi, Bandung. “Kami juga akan membuka toko fisik pada
pertengahan Februari,” ungkap dia.
KEMASAN KHUSUS sirup MEMAKAI BOTOL BELING BEKAS MARJAN ADA BERBAGAI ( klik disini ) UKURAN DAN HARGA SILAKAN WA 085718809118
Tidak ada komentar:
Posting Komentar